Rabu, 19 Januari 2011

JILBAB


Sebenarnya memakai kerudung di era saat ini, yakni kerudungnya tidak diulurkan ke dada, adalah tidak benar dan tidak boleh. Sebab cara tersebut menyimpang dari ketentuan al-Qur`an yang mewajibkan mengulurkan kerudung ke atas dada (QS An-Nuur : 31).
Jadi, jika seorang muslimah tidak mengulurkan kerudungnya ke dada, tapi malah mengikatnya ke belakang (mengelilingi leher) atau memasukkannya ke dalam baju, berarti dia meninggalkan kewajiban dan berdosa. Meskipun dada mereka sudah tertutup oleh kain dari baju.
Allah SWT berfirman :
Dan hendaklah mereka [perempuan beriman] menutupkan kain kerudung ke dadanya.” (QS An-Nuur [24] : 31)
Dalam ayat tersebut, Allah SWT tidak berfirman wal-yadhribna bi-khumurihinna (dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung mereka) lalu berhenti, sehingga seorang muslimah bebas memilih cara mengulurkan atau mengikat kerudungnya. Namun Allah SWT melanjutkan firman-Nya dengan tambahan ‘ala juyubihinna (ke atas dada mereka), sehingga bunyi lengkapnya adalah : wal-yadhribna bi-khumurihinna ‘ala juyubihinna (Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung mereka ke dada mereka).
Maka dari itu, muslimah yang mengikuti trend mode busana saat ini, yakni tidak mengulurkan kerudung ke atas dada, seakan-akan telah memutus bacaan ayat sebelum ayat itu selesai maknanya dengan sempurna. Kesalahan semacam itu sama saja fatalnya dengan orang yang memutus bacaan ayat sebelum makna ayatnya selesai dengan sempurna, pada ayat-ayat lainnya. Misalnya, orang memutus bacaan ayat pada kalimat fa-wailul lil mushalliin (Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat) (QS 107 : 4). Padahal kelanjutannya masih ada dan harus dirangkaikan, yaitu bacaan alladziina hum ‘an shalaatihim saahun (yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya) (QS 107 : 5). Atau orang memutus bacaan ayat yaa-ayyuhalladziina aamanuu laa taqrabush shalaata (hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat) (QS 4 : 43). Padahal bacaan lanjutan ayat itu masih ada yaitu wa antum sukaara (sedang kamu dalam keadaan mabuk) (QS 4 : 43). Demikianlah.
Dengan demikian, sudah menjadi kewajiban kita bersama, khususnya wanita muslimah, untuk memahami dan mengamalkan ayat tentang kerudung tersebut secara sempurna, bukan secara sepotong-sepotong hanya demi mengikuti trend mode yang marak belakangan ini.
Mengenai tafsir ayat wal-yadhribna bi-khumurihinna ‘ala juyubihinna (QS 24 : 31), Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya an-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam (2003) hal. 68-69 mengatakan, kata khumur adalah bentuk jamak dari khimaar, yang artinya adalah maa yughathha bihi ar-ra`su (apa-apa yang digunakan untuk menutupi kepala). Ringkasnya, khumur adalah kerudung. Sedang juyuub adalah bentuk jamak jayb, yang artinya maudhi’ al-qath’i min al-dir’i wa al-qamish (tempat yang dipotong/terbuka pada baju atau kemeja). Ringkasnya, jayb adalah kerah/lubang baju. Jadi, perintah untuk menutupkan/mengulurkan kerudung ke atas juyub, artinya adalah adalah perintah menutupkan kerudung ke atas kerah/lubang baju yaitu pada sekitar leher dan dada.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani –rahimahullah– menegaskan,”Wa dharbu al-khimaar ‘alaa al-jayb layyuhu ‘ala thauq al-qamish min al-‘unuq wa ash-shadr.” (Menutupkan kerudung atas jayb, artinya mengulurkan kerudung itu ke atas kerah/lubang baju yaitu leher dan dada). (Taqiyuddin an-Nabhani, an-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam (2003), hal. 69).
Dengan demikian, ayat yang mulia di atas paling tidak menunjukkan dua hal, yaitu :
Pertama, bahwa leher dan dada adalah aurat wanita yang wajib ditutupi (Taqiyuddin an-Nabhani, an-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam, Beirut : Darul Ummah, 2003, hal. 68; lihat juga Imam Suyuthi, Al-Iklil fi Istinbath at-Tanzil, Kairo : Darul Kitab al-‘Arabi, Kairo, 1373 H, hal. 162; Tafsir al-Baidhawi, Beirut : Darush Shadir, Juz IV hal. 78).
Kedua, bahwa wajib hukumnya menutupkan/mengulurkan kain kerudung ke atas leher dan dada. Jadi, kerudung tidak hanya berfungsi menutupi kepala, namun sekaligus juga menutupi leher dan dada itu. (Taqiyuddin an-Nabhani, an-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam, Beirut : Darul Ummah, 2003 hal. 69; lihat juga Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf, Tafsir wa Bayan Kalimat al-Qur`an al-Karim, Beirut-Damaskus : Darul Fajr al-Islami, 1994, hal. 353).
Jelaslah, trend mode busana muslimah yang marak saat ini, yakni kerudung hanya difungsikan untuk menutup kepala, lalu diikat ke belakang atau dimasukkan ke dalam baju, serta tidak diulurkan menutup dada, adalah trend yang batil karena bertentangan dengan al-Qur`an. Kaum muslimah berdosa jika mengikuti cara berkerudung seperti itu, sebab mereka telah meninggalkan kewajiban, yakni menutupkan kerudung hingga menutupi dada mereka.
Para perancang busana muslimah, juga berdosa dalam aktivitasnya merancang, mendesain, membuat, dan mempopulerkan cara berkerudung yang menyalahi al-Qur`an tersebut. Berdosa juga para selebritis yang mempopulerkan cara berkerudung yang batil tersebut lewat berbagai penampilan mereka sebagai presenter atau pembaca berita di tivi.
Kami mengajak kaum muslimah, dan terutama sekali para perancang busana muslimah dan selebritis untuk bertaubat kepada Allah SWT, dengan cara meninggalkan mode berkerudung yang salah itu. Mudah-mudahan Anda semua sudi memikirkan masukan kami ini, meskipun mungkin masukan ini pahit rasanya bagi Anda.
Jika Anda tidak mau bertaubat, Anda akan tergolong kepada orang-orang yang memberi contoh keburukan kepada banyak orang. Dosa dari orang banyak itu akan Anda pikul juga pada Hari Kiamat nanti. Nauzhu billah min dzalik.
Rasulullah SAW bersabda,“Barangsiapa memberi contoh yang baik (sunnah hasanah), maka baginya pahala kebaikannya dan pahala orang-orang yang mengikutinya. Dan barangsiapa memberi contoh yang buruk (sunnah sayyi`ah), maka baginya dosa keburukannya dan dosa orang-orang yang mengikutinya…” (HR Bukhari dan Muslim)
Kepada para ulama dan ustadz, terutama yang sering tampil di tivi bersama para selebritis yang berkerudung secara salah itu, kami katakan, wajib hukumnya atas Anda beramar ma’ruf nahi munkar dalam masalah ini. Kami ingatkan Anda sekalian akan tanggung jawab ulama dalam firman Allah SWT :
Hendaklah kamu menerangkan isi Kitab itu kepada manusia, dan janganlah kamu menyembunyikannya.” (QS Ali ‘Imran [3] : 187).

KERUDUNG

Secara harfiah sesuai KBBI, jilbab adalah bagian dari kerudung yaitu sebagai kain penutup kepala perempuan tetapi harus menutupi kepala dan leher sampai dada. Dengan kata lain, semua jilbab dapat disebut sebagai kerudung, tetapi tidak semua kerudung bisa disebut jilbab. Nah yang dikenakan teman Gw ini, sudah masuk kategori jilbab *menurut KBBI*, tapi dia tetep ngotot, yang dikenakannya bukan jilbab, sehingga terpaksa kami kembali berselancar.

Kata Jilbab dalam Bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa arab, yang selain memiliki makna secara harfiah, dia juga memiliki makna secara syar’i atau sesuai aturan agama Islam. Hasil hunting semalaman, Gw dapet tulisan bagus… sebuah unek-unek dari dbunshin yang membahas “Jilbab Dalam Al-Qur’an dan Jilbab Zaman Sekarang”. Dalam tulisan itu cukup bayak ditautkan dalil-dalil makna arti jilbab, jadi buat yang berkesempatan dan berkeinginan buat tahu dalil2 jilbab, silahkan baca tulisan mas dbunshin. Biar sedikit nyambung ama tulisan Gw, beberapa bakal Gw copas atau sarikan.
Jadi menurut tulisan itu, dengan dalil al qur’an surat AL Ahzab ayat 59 *Silahkan liat al qur’an masing2* Jilbab adalah penutup kepala sampe kebawah keseluruh tubuh, mirip dengan yang disebut mukena sama orang Indonesia. Sedangkan kerudung atau khimar masih banyak pertentangan, namun pada intinya kerudung harus menutup sampe dada, entah itu sampai kancing teratas ataupun saku. Nah… ini mirip ama definisi jilbab di KBBI.
Walhasil… menurut ulama2 yang udah pada berijtihad, jilbab itu penutup kepala yang menutup leher, badan sampai kebawah keseluruh tubuh, sedangkan kerudung adalah kain penutup kepala yang menutup sampai dada. Jadi Oke… Gw setuju kalo temen Gw blom bisa dibilang berjilbab, kan dia gak make mukena kemana2 ROFL…. yang penting dia sudah mencoba menutup auratnya, menghormati dirinya sendiri, dan membatasi lelaki yang bukan muhrim **mahrom, bukan muhrim, dikoreksi di komen pertamax** untuk memandangi tubuhnya, sehingga membedakan dirinya dari kaum-kaum yang menjajakan kehormatan diri.